Ilmu Sosial Dasar | Makalah : Agama dan Masyarakat






Disusun Oleh :

Alfharizky Fauzi         50417462 (1IA16)


UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
2017/2018



BAB 1
PENDAHULUAN 

1.1. Latar Belakang

Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berjinah, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi).

            Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self contor) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah mengenai Agama dan Masyarakat, lebih detailnya adalah mengenai:

  • Apa pengertian agama ? 
  • Apa pengertian masyarakat ? 
  • Apa saja fungsi agama dalam masyarakat ? 
  • Bagaimana hubungan agama dengan masyarakat ? 
  • Bagaimana cara beragama masyarakat Indonesia ? 
  • Apa saja pelembagaan agama di Indonesia ? 
  • Bagaimana terjadinya konflik beragama ?
1.3. Tujuan
  • Untuk mengetahui apa pengertian agama
  • Untuk mengetahui apa pengertian masyarakat
  • Mendeskripsikan bagaimana hubungan agama dengan masyarakat
  • Mendeskripsikan bagaimana cara beragama masyarakat Indonesia
  • Untuk mengetahui apa saja fungsi agama dalam masyarakat
  • Untuk mengetahui apa saja pelembagaan agama
  • Mendeskripsikan bagaimana terjadinya konflik beragama

BAB 2
PEMBAHASAN 
2.1.       Agama dan Masyarakat

  2.1.1   Pengertian
    
Pengertian agama menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah system yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya. Kata agama berasal dari Bahasa sansekerta yang berarti tradisi, sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari Bahasa latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti mengikat kembali. Maksudnya dengan religi seseorang mengikat dirinya kepada tuhan. Pengertian agama menurut M. Hasbi Alshiddiqy adalah tuntunan yang melengkapi segala segi dan suatu peruangan untuk memperoleh kekayaan dunia dan kesentosaan akhirat, pengertian agama menurut Emile Durkheim adalah suatu sisten yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci.

Masyarakat sebagai terjemahan istilah society adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan hubungan antar entitasentitas.

Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. Menurut Syaikh Taqyuddin AnNabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.

  2.1.2   Fungsi Agama

Fungsi agama dalam masyarakat ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian.

Teori fungsional dalam melihat kebudayaan pengertiannya adalah, bahwa kebudayaan itu berwujud suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sistem sosial yang terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain, setiap saat mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan, bersifat kongkret terjadi di sekeliling.

Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi sakral. Dalam setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan supramanusiawi dan ukhrowi.
  • Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu   ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa mayarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.
  • Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir         pengembangan kepribadiannya. Orang tua di mana pun tidak mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan tersebut harus beribadat dengan kontinyu dan teratur, membaca kitab suci dan berdoa setiap hari, menghormati dan mencintai orang tua, bekerja keras, hidup secara sederhana, menahan diri dari tingkah laku yang tidak jujur, tidak berbuat yang senonoh dan mengacau, tidak minum-minuman keras, tidak mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan tidak berjudi. Maka perkembangan sosialnya terarah secara pasti serta konsisten dengan suara hatinya.
  2.1.3   Dimensi Komitmen Agama

Masalah fungsionalisme agama dapat dinalisis lebih mudah pada komitmen agama, menurut Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.

1.    Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran agama.

2.    Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata. Ini menyangkut, pertama, ritual, yaitu berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, dan perbuatan mulia. Kedua, berbakti tidak bersifat formal dan tidak bersifat publik serta relatif spontan.

3.    Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan, meskipun singkat, dengan suatu perantara yang supernatural.

4.    Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.

5.    Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.

  2.1.4   Cara Beragama
  • Tradisional
yaitu cara beragama berdasarkan tradisi. Cara ini mengikuti cara beragama nya nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari angkatan sebelumnya. Pada umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru atau pembaharuan. Apalagi bertukar agama bahkan tidak ada minat. Dengan demikian kurang dalam meningkatkan ilmu amal keagamaannya.
  • Formal
yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungan atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragama orang yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh, pada umumnya tidak kuat dalam beragama. Mudah mengubah cara beragamanya. Mudah bertukar agama jika memasuki lingkungan atau  masyarakat yang lain agamanya.
  • Rasional
yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agama dengan pengetahuan, ilmu ,dan pengamalannya. 
  • Metode pendahulu
yaitu cara beragamaberdasarkan penggunaan akal dan hati (perasaan) di bawah wahyu ,untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan ilmu ,pengamalan dan penyebaran (dakwah). Merekaselalu mencari ilmu dulu kepada orang yang di anggap ahlinya dalam ilmu agama yang memegang teguh ajaran asli yang di bawa oleh utusan misalnya Nabi atau Rasul sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua .

2.2   Pelembagaan Agama

  2.2.1  lembaga Agama

Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk membimbing, membina dan mengayomi suatu kaum yang menganut agama. Pelembagaan Agama di Indonesia yang mengurusi agamanya.

1.    Islam : MUI
MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 juli 1975 di Jakarta, Indonesia.

2.    Kristen
Kristen : Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI)
PGI (dulu disebut Dewan Gereja-gereja di Indonesia – DGI) didirikan pada 25 Mei 1950 di Jakarta sebagai perwujudan dari kerinduan umat Kristen di Indonesia untuk mempersatukan kembali Gereja sebagai Tubuh Kristus yang terpecah-pecah. Karena itu, PGI menyatakan bahwa tujuan pembentukannya adalah “mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.”

Katolik : Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI)
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI atau Kawali) adalah organisasi Gereja Katolik yang beranggotakan para Uskup di Indonesia dan bertujuan menggalang persatuan dan kerja sama dalam tugas pastoral memimpin umat Katolik Indonesia. Masing-masing Uskup adalah otonom dan KWI tidak berada di atas maupun membawahi para Uskup dan KWI tidak mempunyai cabang di daerah. Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang menjadi anggota KWI adalah para Uskup di Indonesia yang masih aktif, tidak termasuk yang sudah pensiun. KWI bekerja melalui komisi-komisi yang diketuai oleh Uskup-Uskup. Pada 2006 anggota KWI berjumlah 36 orang, sesuai dengan jumlah keuskupan di Indonesia (35 keuskupan) ditambah seorang uskup dari Ambon (Ambon memiliki 2 uskup).

3.    Hindu : Persada
Parisada Hindu Dharma Indonesia ( Parisada ) ialah: Majelis tertinggi umat Hindu Indonesia.

4.    Budha : MBI
Majelis Buddhayana Indonesia adalah majelis umat Buddha di Indonesia. Majelis ini didirikan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita pada hari Asadha 2499 BE tanggal 4 Juli 1955 di Semarang, tepatnya di Wihara Buddha Gaya, Watugong, Ungaran, Jawa Tengah, dengan nama Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) dan diketuai oleh Maha Upasaka Madhyantika S. Mangunkawatja.

5.    Konghucu : Matakin
Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (disingkat MATAKIN) adalah sebuah organisasi yang mengatur perkembangan agama Khonghucu di Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tahun 1955.
Keberadaan umat beragama Khonghucu beserta lembaga-lembaga keagamaannya di Nusantara atau Indonesia ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan dengan kedatangan perantau atau pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita ini. Mengingat sejak zaman Sam Kok yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi, Agama Khonghucu telah menjadi salah satu di antara Tiga Agama Besar di China waktu itu; lebih-lebih sejak zaman dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum Masehi telah dijadikan Agama Negara.

  2.2.2  Hubungan Agama dengan Masyarakat

Telah kita ketahui Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat yang juga berhubungan dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai budaya yang ada di Indonesia dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam melestraikan budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang merupakan upacara kematian bagi umat hindu Bali yang sampai sekarang masih terjaga kelestariannya.

Hal ini membuktikan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai patokan utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan melestarikan kebudayaannya.Selain itu masyarakat juga turut mempunyai andil yang besar dalam melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang menjalankan semua perintah agama dan ikut menjaga budaya agar tetap terpelihara.

Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan.Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan membentuk kehidupan yang harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya kita agar tidak diakui oleh negara lain.

Namun sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang saja. Dalam artian seseorang hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan segala perintah agama tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan mulai mengajak/mendoktrin masyarakat Indonesia agar memeluk agama tersebut. Dari banyaknya kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia, diharapkan pemerintah mampu menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak tersesaat di jalannya. Dan di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis, tentram, dan damai antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya.

  2.2.3   Kaitan Agama dalam Masyarakat
           
            Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figure nabi dalam mengubah kehidupan social, argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan Kesadaran akan maut menimbulkan religi, dan sila Ketuhanan yang Maha Esa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Kemudian, pada urutannya agama yang diyakininya merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat, dimana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan social, dan individu dengan masyarakat seharusnyalah    tidak bersifat antagonis.

Menurut Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan keseluruhannya secara utuh.
  • Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral
      Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakatnya menganut agama yang sama. Sebab itu, keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain.

   Sifat-sifatnya: agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem masyarakat secara mutlak, nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan dalam masyarakat dan agama menjadi fokus utama pengintegrasian dan persatuan masyarakat secra keseluruhan yang berasal dari keluarga yang belum berkembang.
  • Masyarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang
     Masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi. Agama memberi arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat,pada saat yang sama, lingkungan yang sakral dan yang sekular masih dapat dibedakan. Fase kehidupan sosial diisi dengan upacara-upacara tertentu. Di pihak lain, agama tidak memberikan dukungan sempurna terhadap aktivitas sehari-hari, agama hanya memberikan dukungan terhadap adat-istiadat.

Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis dan tentu akan kurang baik. Karena adlam tingkah laku, tentu unsur rasional akan lebih banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang melibatkan unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan manusia (transdental), seperangkat symbol dan keyakinan yang kuat, dan hal ini adalah keliru. Karena justru sebenarnya, tingkah laku agama yang sifatnya tidak rasional memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.

Agama melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat. Dalam perjuangannya, tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut, perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah satu aspek kehiduapan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat keagamaan. Adanya organisasi keagamaan, akan meningkatkan pembagian kerja dan spesifikasi fungsi,juga memberikan kesempatan untuk memuaskankebutuhan ekspresif dan adatif.

2.3.   Agama, Konflik, Integrasi

Agama, dalam kaitannya dengan masyarakat, mempunyai dampak positif berupa daya penyatu (sentripetal), dan dampak negates berupa daya pemecah (Sentripugal). Agama yang mempunyai system kepercayaan dimulai dengan penciptaan pandangan dunia baru yang di dalamnya konsepsi lama dan pelembagaannya bisa kehilangan dasar adanya.  Meskipun ajaran pokok suatu agama bisa bersifat universal, namun mula-mula ditujukan kepada sekelompok orang yang sedikit banyak homogeny. Agama menjadi dasar solidaritas kelompok baru yang tertentu.

Perpecahan pun timbul manakala timbul penolakan terhadap pandanganhidup lama atau yang berbeda dengan agama. Perpecahan itu timbul disebabkan oleh klaim agama akan kemutlakan agamanya, dan sering diekspresikan dalam bentuk-bentuk yang keras dan tanpa kompromi.

Dalam kajian ilmu social, tentang daya pemecah agama ini berkaitan dengan akronim SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan). Artinya mensejajarkan persoalan agama dengan suku,ras,dangolongan politik tertentu, atau hal yang rawan, peka, dan tahu untuk dibicarakan. Tetapi dibalik itu semua, demi kajian ilmiah pun mengalami kesulitan dalam menghadapi para “pemeluk teguh”, apabila agama dijadikan objek kajian ilmiah, ide, dan logika internnya sendiri.

  2.3.1   Konflik Yang Ada Dalam Agama

Berbagai konflik diantara agama-agama dipaparkan secara khusus:

1. Konflik antara Yahudi dan Nasrani.
Walaupun sumber konflik ini didasarkan atas kitab suci namun justru unsur dogmatis agama ini sangat mendukung pengambaran konflik yang terjadi. Menurut versi Yahudi, Nasrani adalah agama yang sesat karena menganggap Yesus sebagai mesias (juru selamat). Dalam pandangan Yahudi sendiri Yesus adalah penista agama yang paling berbahaya karena menganggap dirinya adalah anak Allah, sampai akhirnya otoritas Yahudi sendiri menghukum mati Yesus dengan cara disalibkan, sebuah jenis hukuman bagi penjahat kelas kakap pada waktu itu. Sedangkan menurut pandangan Kristen, umat Yahudi adalah umat pilihan Allah yang justru menghianati Allah itu sendiri. Untuk itu Yesus datang ke dunia demi menyelamatkan umat tersebut dari murka Allah. Dalam beberapa kesempatan, misalnya, ketika Yesus mengamuk di bait Allah karena dipakai sebagai tempat berjualan, atau dalam kasus lain yaitu penolakan orang Israel terhadap ajaran Yesus.

2. Konflik Islam-Kristen.
Konflik ini pada awalnya diilhami oleh kepercayaan bahwa Islam memandang Nasrani sebagai agama kafir karena mempercayai Yesus sebagai anak Allah, padahal dalam ajaran Islam Nabi Isa (Yesus) merupakan nabi biasa yang pamornya kalah dari nabi utama mereka Muhammad S.A.W. Konflik ini pada awalnya hanya pada tataran kepercayaan saja, namun ketika unsur politis, ekonomi, dan budaya masuk, maka konflik yang bermuara pada pecahnya Perang Salib selama beberapa abad menegaskan rivalitas Islam-Kristen sampai sekarang. Konflik itu sendiri muncul ketika Agama Kristen dan Islam mencapai puncak kejayaannya berusaha menunjukkan dominasinya. Ketika itu Islam yang berusaha meluaskan pengaruhnya ke Eropa, mendapat tantangan dari Nasrani yang terlebih dahulu ada dan telah mapan. Puncak pertempuran itu sebenarnya terjadi ketika perebutan Kota Suci Jerusalem yang akhirnya dimenangkan tentara salib. Sebagai balasan, Islam kemudian berhasil merebut Konstatinopel yang merupakan poros dagang Eropa-Asia pada saat itu.

3. Konflik antara Yahudi-Islam yang masih hangat dalam ingatan kita.
Konflik ini berawal dari kepercayaan orang Yahudi akan tanah yang dijanjikan Allah kepada mereka yang dipercayai terletak di daerah Israel, termasuk Yerusalem, sekarang. Pasca perbudakan Mesir, ketika orang Yahudi melakukan eksodus ke Mesir namun kemudian malah diperbudak sampai akhirnya diselamatkan oleh Musa, orang Yahudi kemudian kembali ke tanah mereka yang lama, yaitu Israel. Akan tetapi, pada saat itu orang Arab telah bermukim di daerah itu. Didasarkan atas kepercayaan itu, kemudian orang Yahudi mulai mengusir Orang Arab yang beragama Islam itu. Inilah sebenarnya yang menjadi akar konflik Israel dan Palestina dalam rangka memperebutkan Jerusalem. Konflik ini semakin panas ketika unsure politis mulai masuk.

  2.3.2   Faktor Konflik Agama
      
Terjadinya konflik tersebut tentunya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 
1.     Karena tidak adanya keampuhan Pancasila dan UUD 45 yang selama ini menjadi pedoman bangsa dan negara kita mulai digoyang dengan adanya amandemen UUD 45 dan upaya merubah ideologi negara kita ke ideologi agama tertentu.

2.     Kurangnya rasa menghormati baik antar pemeluk agama satu dengan yang lainnya ataupun sesame pemeluk agama.

3.     Adanya kesalahpahaman yang timbul karena adanya kurang komunikasi antar pemeluk agama.

  2.3.3   Upaya Antisipasi Konflik Agama

       Upaya yang perlu ditempuh unuk menantisipasi konflik agama antara lain :

1.     Menurut Jusuf Kalla, dalam menangani konflik antaragama, jalan terbaik yang bisa dilakukan adalah saling mentautkan hati di antara umat beragama, mempererat persahabatan dengan saling mengenal lebih jauh, serta menumbuhkan kembali kesadaran bahwa setiap agama membawa misi kedamaian.

2.     Tidak memperkenankan pengelompokan domisili dari kelompok yang sama didaerah atau wilayah yang sama secara eksklusif. Jadi tempat tinggal/domisili atau perkampungan sebaiknya mixed, atau campuran dan tidak mengelompok berdasarkan suku (etnis), agama, atau status sosial ekonomi tertentu.

3.     Masyarakat pendatang dan masyarakat atau penduduk asli juga harus berbaur atau membaur atau dibaurkan.

4.     Segala macam bentuk ketidakadilan struktural agama harus dihilangkan ataudibuat seminim mungkin.

5.     Kesenjangan sosial dalam hal agama harus dibuat seminim mungkin, dan sedapat – dapatnya dihapuskan sama sekali.

6.     Perlu dikembangkan adanya identitas bersama (common identity) misalnya kebangsaan (nasionalisme-Indonesia) agar masyarakat menyadari pentingnya persatuan dalam berbangsa dan bernegara.

BAB 3
PENUTUPAN 

3.1. Kesimpulan

Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan relegi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para tasauf.

Bukti di atas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Kemudian, pada urutannya agama yang diyakininya merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial, dan individu dengan masyarakat seharusnyalah tidak bersifat antagonis.

3.2. Saran

Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat memberikan gambaran dan wawasan tentang agama dan masyarakat lebih jauh penyusun berharap dengan memahami agama dan masyarakat kita dapat memahami perkembangannya dengan benar .

Daftar Pustaka

Soelaeman, M. Munandar. 1987. Ilmu Sosial Dasar : Teori dan Konsep Ilmu Sosial. Bandung: PT.Refika Aditama. (hal.277)

Harwantiyoko dan Neltje F. Katuuk. 1997. MKDU Ilmu Sosial Dasar.Jakarta: Pernerbit Gunadarma. (hal.207)

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2017 . Agama. https://id.wikipedia.org/wiki/Agama/ .Diakses tanggal 12 Desember 2017

Lia,Paska. 2013. Upaya Nyata Mengantisipasi Konflik Antar Agama. https://www.kompasiana.com/paskalia/upaya-nyata-mengantisipasi-konflik-antar-agama_55299151f17e614e07d623c8. Diakses tanggal 12 Desember 2017






Share:

Ilmu Sosial Dasar | Makalah : Warga Negara dan Negara





Disusun Oleh :

Alfharizky Fauzi         50417462 (1IA16)


UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
2017/2018


BAB 1

PENDAHULUAN 



1.1. Latar Belakang

     Pada pembahasan saya kali ini akan membahas tentang masalah Warga Negara dan Negara. Pada waktu sebelum terbentuknya Negara, setiap Individu mempunyai kebebasan penuh untuk melaksanakan keinginannya. Dalam keadaan dimana manusia di dunia masih sedikit hal ini bisa berlangsung tetapi dengan makin banyaknya Manusia berarti akan semakin sering terjadi persinggungan dan bentrokan antara Individu satu dengan lainnya.

    Masalah Warga negara dan Negara perlu dikaji lebih jauh, khususnya di Indonesia, mengingat Demokrasi yang ingin ditegakkan adalah Demokrasi berdasarkan Pancasila. Aspek yang terkandung dalam Demokrasi Pancasila antara lain adalah adanya kaidah yang mengikat Negara dan Warga negara dalam bertindak dan menyelenggarakan hak dan kewajiban serta wewenangnya. Secara material adalah mengakui harkat dan martabat Manusia sebagai makhluk Tuhan, yang menghendaki Pemerintahan untuk membahagiakannya, dan memanusiakan Warga negara dalam Masyarakat Negara dan masyarakat bangsa-bangsa.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah mengenai Warga Negara dan Negara, lebih detailnya adalah mengenai:

· Apa pengertian warga negara dan negara?

· Apa saja Hak dan Kewajiban sebagai warga negara ?

· Bagaimana hubungan warga negara dan negara ?

1.3. Tujuan

Pada akhir pembahasan, diharapkan pembaca dapat menambah wawasan mengenai hubungan Warga Negara dan Negara. Tidak hanya itu, kita juga dapat mengetahui bagaimana caranya mempersatukan hubungan Warga Negara dan Negara.


BAB 2

PEMBAHASAN



2.1. Warga Negara

2.1.1 Pengertian

    Warga Negara yaitu seseorang yang secara resmi merupakan anggota dari suatu negara, seseorang dengan keanggotaan tersebut disebut warga negara. Dan seorang warga negara mempunyai hak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.

Pengertian warga negara dari pendapat ahli:

• A.S. Hikam : Mendefinisikan bahwa warga negara merupakan terjemahan dari “citizenship” yaitu anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu sendiri. Istilah ini menurutnya lebih baik ketimbang istilah kawula negara lebih berarti objek yang berarti orang- orang yang dimiliki dan mengabdi kepada pemiliknya.

• Koerniatmanto S : Mendefinisikan warga negara dengan anggota negara. Sebagai anggota negara, seorang warga negara mempunyai kedudukan yang khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal – balik terhadap negaranya.

• UU No. 62 Tahun 1958 : menyatakan bahwa negara republik Indonesia adalah orang -orang yang berdasarkan perundang - undangan dan atau perjanjian - perjanjian dan atau peraturan - peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 agustus 1945 sudah menjadi warga negara republik Indonesia

     Dari ketiga pendapat diatas maka dapat disimpulkan warga negara adalah sebagai sebuah komunitas yang membentuk negara bedasarkan perundangan-perundangan atau perjanjian-perjanjian dan mempunyai hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya. 

2.1.2 Kriteria Menjadi Warga Negara Indonesia (WNI)

    Berdasar UU Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dijelaskan bahwa orang asing dapat menjadi warga negara Indonesia (WNI) setelah memenuhi syarat dan tatacara yang diatur dalam peraturan dan undang-undang. Pada pasal 8, disebutkan “Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga diperoleh melalui pewarganegaraan.” Sedangkan pengertian pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan. 

2.1.3 Syarat Menjadi WNI

Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan seperti disebut dalam pasal 9, yakni: 
  • Telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah menikah; 
  • Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima ) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut; 
  • Sehat jasmani dan rohani; 
  • Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 
  • Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih; 
  • Jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda; 
  • Mempunyai pekerjaan atau berpenghasilan tetap; dan 
  • Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara. 
    Prosedur berikutnya antara lain permohonan harus ditulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai. Keputusan akhir atas permohonan adalah pada Presiden. Bila dikabulkan oleh Presiden maka status WNI dinyatakan berlaku efektif sejak pemohon mengucapkan sumpah atau janji setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.1.4 Sifat Warga Negara 

    Sebagai warga negara yang menjadi bagian dari suatu penduduk bisa menjadi unsur negara. warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang merdeka dibandingkan dengan kawula negara karena warga negara mengandung arti peserta, anggota, atau warga dari suatu negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama. Untuk itu, setiap warga negara mempunyai persamaan hak di hadapan hukum. Semua warga negara memiliki kepastian hak, privasi, dan tanggung jawab.

2.1.5 Hak dan Kewajiban Warga Negara dan Negara

     Hak dan kewajiban negara terhadap warga negara pada dasarnya merupakan kewajiban dan hak warga terhadap negara. Beberapa contoh kewajiban negara adalah kewajiban negara untuk menjamin sistem hukum yang adil, kewajiban negara untuk menjamin hak asasi warga negara, kewajiban negara untuk mengembangkan sistem pendidikan nasional untuk rakyat, kewajiban negara memberi jaminan sosial, kewajiban negara memberi kebebasan beribadah.

Hak-Hak kita warga negara sebagai anggota masyarakat telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar sebagai berikut: 
  • Pasal 27 (2) : Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupannya yang layak bagi kemanusiaan. 
  • Pasal 27 (1) : Tiap-tiap Warga negara berhak mendapat perlindungan hukum 
  • Pasal 30 (1) : Tiap-tiap warga negara berhak ikut serta dalam usaha pembelaan negara. 
  • Pasal 31 (1) : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. 
     Di samping adanya pasal-pasal yang menyebutkan tentang hak-hak warga negara, di Undang-Undang Dasar juga terdapat di dalamnya tentang kewajiban-kewajiban kita warga negara sebagai anggota masyarkat, adapun bunyinya sebagai berikut: 
  • Pasal 27 (1) : Segala Warga negara wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 
  • Pasal 30 (1) : Tiap-tiap warga negara berhak ikut serta dalam usaha pembelaan negara. 
  • Pasal 28J (1) : Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. 
  • Pasal 28J (2) : Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. 
2.2 Negara

2.2.1 Pengertian

     Negara adalah suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi yang didalamnya terdapat suatu pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Di dalam suatu negara minimal terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negara lain.

Pengertian Negara menurut para ahli :

Roger F. Soltau : Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.

Georg Jellinek : Negara merupakan organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang telah berdiam di suatu wilayah tertentu.

Prof. R. Djokosoetono : Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.

Prof. Mr. Soenarko : Negara ialah organisasi manyarakat yang mempunyai daerah tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sebuah kedaulatan.

Aristoteles : Negara adalah perpaduan beberapa keluarga mencakupi beberapa desa, hingga pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan tujuan kesenangan dan kehormatan bersama.

   Negara merupakan alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan – persoalan bersama atas nama masyarakat. Dalam pengertian negera, masyarakat diintegrasikan sehingga mempunyai wewenang yang bersifat memaksa lebih kuat daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat.

      Negara merupakan integrase dari kekuasaan politik, sekaligus sebagai organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara sebagai agency (alat) dan masyarakat memiliki kekuasaan untuk mengatur hubungan – hubungan manusia (dalam hal ini warga negara) dalam masyarakat, serta menerbitkan gejala – gejala kekuasaan dalam masyarakat. Negara sebagai organisasi dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan dan warga negaranya, serta menetapkan cara – cara dan batas – batas, sampai dimana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama, baik oleh warga negara maupun oleh golongan atau oleh negara sendiri. Oleh karna itu negara mempunyai dua tugas : 
  • mengatur dan mengendalikan gejala-gejala kekuasaan yang asosial, artinya yang bertentangan satu sama lain supaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan. 
  • mengorganisasi dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kearah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhny atau tujuan sosial. 
2.2.2 Fungsi Negara

1. Mensejahterakan serta memakmurkan rakyat

Negara yang sukses dan maju adalah negara yang bisa membuat masyarakat bahagia secara umum dari sisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan.

2. Melaksanakan ketertiban

Untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif dan damani diperlukan pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat.

3. Pertahanan dan keamanan

Negara harus bisa memberi rasa aman serta menjaga dari segala macam gangguan dan ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar.

4. Menegakkan keadilan

Negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warganya meminta keadilan di segala bidang kehidupan.

2.2.3 Teori Terbentuknya Negara

1. Teori Hukum Alam (Plato dan Aristoteles).

Kondisi Alam => Berkembang Manusia => Tumbuh Negara.

2. Teori Ketuhanan

Segala sesuatu adalah ciptaan Tuhan, termasuk adanya negara.

3. Teori Perjanjian (Thomas Hobbes)

      Manusia menghadapi kondisi alam dan timbulah kekerasan, manusia akan musnah bila ia tidak mengubah cara–caranya. Manusia pun bersatu (membentuk negara) untuk mengatasi tantangan dan menggunakan persatuan dalam gerak tunggal untuk kebutuhan bersama. Di dalam prakteknya, terbentuknya negara dapat pula disebabkan karena: 
  • Penaklukan. 
  • Peleburan. 
  • Pemisahan diri 
  • Pendudukan atas negara/wilayah yang belum ada pemerintahan. 

2.2.4 Unsur Negara

A. Konstitutif

Negara meliputi wilayah udara, darat, dan perairan (unsur perairan tidak mutlak), rakyat atau masyarakat, dan pemerintahan yang berdaulat.

B. Deklaratif

Negara mempunyai tujuan, undang–undang dasar, pengakuan dari negara lain baik secara de jure dan de facto dan ikut dalam perhimpunan bangsa–bangsa, misalnya PBB. 

2.2.5 Bentuk Negara 

A. Negara kesatuan

      · Negara Kesatuan dengan sistem sentralisasi

      · Negara Kesatuan dengan sistem desentralisasi

B. Negara serikat

      · Di dalam negara ada negara yaitu negara bagian.

2.2.6 Sifat – Sifat dari Negara

Sifat organisasi negara berbeda dengan organisasi lainnya. Sifat negara antara lain : 

  • Sifat memaksa agar peraturan perundang-undangan di taati dan dengan demikian penertiban dalam masyarakat tercapi serta timbulnya anarki dicegah. Maka negara memiliki sifat memaksa dalam arti mempunyai kekuasaan untuk memakai kekerasan fisik secara lega. 
  • Sifat Monopoli, Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat. Dalam rangka ini negara dapat menyatakan bahwa suatu aliran ke percayaan atau aliran politik tertentu di kurangi hidup dan disebarluaskan oleh karena dianggap bertentang dengan tujuan masyarkat. 
  • Sifat mencakup semua (all encompassing, all embracing). Semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali. 
  • Sifat totalitas , Segala hal tanpa terkecuali menjadi kewenangan negara. Contoh : semua orang harus membayar pajak, semua orang sama di hadapan hukum dan lainnya. 
BAB 3

PENUTUPAN 

3.1. Kesimpulan

     Pada waktu sebelum terbentuknya Negara, setiap individu mempunyai kebebasan penuh utnuk melaksanakan keinginannya. Dalam keadaan dimana manusia di dunia masih sedikit hal ini bisa berlangsung tetapi dengan makin banyaknya manusia berarti akan semakin sering terjadi persinggungan dan bentrokan antara individu satu dengan lainnya.

    Akibatnya seperti kata Thomas Hobbes (1642) manusia seperti serigala terhadap manusia lainnya (homo hominilopus) berlaku hokum rimba yaitu adanya penindasan yang kuat terhadap yang lemah masing-masing merasa ketakutan dan merasa tidak aman di dalam kehidupannya.

     Pada saat itulah manusia merasakan perlunya ada suatu kekuasaan yang mengatur kehidupan individu-individu pada suatu Negara. Pengendalian ini dilakukan berdasarkan hukum dan dengan peraturan pemerintah beserta lembaga-lembaganya. Hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dan nyata berlaku dalam masyarakat disebut hukum positif. Istilah “hukum positif” dimaksudkan untuk menandai diferensiasi, dan hukum terhadap kaidah-kaidah lain dalam masyarakat tampil lebih jelas, tegas, dan didukung oleh perlengkapan yang cukup agar diikuti anggota masyarakat.

3.2. Saran 

    Sebagai warga negara yang baik, bisa mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan individunya. 

      Bisa menyeimbangkan antara hak dan kewajibannya sebagai warga negara Indonesia. 
Taat dalam melaksakan kewajibannya sebagai warga negara Indonesia. 
Konsekuen dengan status kewarganegaraan yang disandang. 
Kebijakan untuk hanya mempunyai satu kewarganegaraan. 

Daftar Pustaka

Soelaeman, M. Munandar. 1987. Ilmu Sosial Dasar : Teori dan Konsep Ilmu Sosial. Bandung: PT.Refika Aditama. (hal.265).

Harwantiyoko dan Neltje F. Katuuk. 1997. MKDU Ilmu Sosial Dasar.Jakarta: Pernerbit Gunadarma. (hal.113).

Bangbiw.2017.Penjelasan Tentang Warga Negara dan Negara. http://bangbiw.com/penjelasan-tentang-warga-negara-dan-negara-2/. Diakses pada 10 Desember 2017

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2017.Warga Negara Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Warga_Negara_Indonesia/. Diakses pada 10 Desember 2017

Wartawarga gunadarma. 2010. Pengertian warga negara. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/01/pengertian-warga-negara/. Diakses pada 10 Desember 2017

Eduspensa. 2017. Hak dan kewajiban warga negara. https://www.eduspensa.id/hak-dan-kewajiban-warga-negara/. Diakses pada 10 Desember 2017

Edukasippkn.2015. Pengertian Warga Negara Kewarganegaraan. http://www.edukasippkn.com/2015/09/pengertian-warga-negara-kewarganegaraan.html. Diakses pada 10 Desember 2017




Share:

Welcome To Catatan Alfha

Popular Posts

Gunadarma University

Total Tayangan

Featured Post

Road Map 2024 - Data Science

The realm of data science encompasses a broad spectrum of skills and methods designed to extract valuable insights from data. This interdisc...